Hukum Duduk di Atas Kuburan

Islam telah turun dengan syari’atnya yang sempurna untuk mengatur segala sendi kehidupan. Termasuk dalam hal ini adab-adab dalam penguburan dan ziarah. Adalah benar apa yang dikatakan oleh orang tersebut bahwa Saudara agar tidak duduk dan menginjak di atas kuburan. Telah shahih hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang pelarangan tersebut diantaranya:

Hukum Duduk Diatas Kuburan


Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

“Lebih baik salah seorang di antara kalian duduk di atas bara api hingga membakar pakaian dan kulitnya, daripada duduk di atas kubur” (HR. Muslim no. 971).

Dari Abu Martsad Al-Ghanawiy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

“Jangan duduk di atas kubur dan jangan pula shalat menghadapnya” (HR. Muslim no. 972).
Dari ‘Uqbah bin ‘Aamir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
“Sungguh! Berjalan di atas bara api atau pedang atau aku ikat sandal dengan kakiku lebih aku sukai daripada berjalan di atas kubur seorang muslim. Sama saja buruknya bagiku, buang hajat di tengah kubur atau buang hajat di tengah pasar” (HR. Ibnu Maajah no. 1567)

PENJELASAN RINGKAS

1. Haram hukumnya duduk di atas kubur atau menginjak kubur seorang Muslim berdasarkan ancaman berat terhadap pelakunya, khususnya ancaman yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah.
Asy-Syaukani rahimahullah Nailul-Authaar (4/136) ketika mengomentari hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu di atas yang menukil dari jumhur ulama’ :
“Hadits tersebut terdapat dalil tidak diperbolehkannya duduk di atas kubur, dan telah disebutkan larangan tentang hal tersebut. Jumhur ulama berpendapat hukumnya haram. Dan yang dimaksud dengan kata juluus adalah qu’uud (duduk).”

2. Imam Malik berpendapat bahwa duduk yang dimaksud dalam hadits adalah duduk untu buang hajat. Beliau berkata dalam kitab al-Muwaththa’ (I/123): “Sesungguhnya larangan duduk di atas kubur menurut kami bila untuk buang hajat.”

Takwil ini sangat jauh dari kebenaran, para ulama telah membantahnya.
Imam As-Syafi’i berkata dalam kitab al-Um (I/277-278):

“Aku membenci menginjak kubur, duduk, atau bersandar di atasnya; kecuali apabila seseorang tidak menemukan jalan lain ke kubur yang ditujunya melainkan dengan menginjaknya. Kondisi tersebut adalah dharurat, dan aku harap ia mendapat keluasaan (dispensasi), insya Allahu ta’ala”

Sebagin sahabat kami mengatakan; “Tidak mengapa duduk di atas kubur, sebab yang dilarang adalah duduk untuk buang hajat. Namun menurut pendapat kami tidak seperti itu. Sekiranya yang dilarang adalah duduk untuk buang hajat maka sesungguhnya Rasulullah telah melarangnya. Dan Rasulullah telah melarang duduk di atas kubur secara mutlak selain buang hajat. Beliau bedalil dengan hadits Abu Hurairah :

Ibnu Hazm berkata dalam kitab al-Muhalla (V/136): “Sebagian orang membolehkan duduk di atas kubur, mereka membawakan larangan tersebut bagi yang duduk untuk buang hajat.
Perkataan ini bathil, dilihat dari beberapa sisi:

Pertama: Takwil ini tidak didukung dalil dan cendrung memalingkan perkataan Rasulullah dari makna sebenarnya. Dan ini sangat keliru sekali.

Kedua: Lafazh hadits sama sekali tidak mendukung takwil tersebut! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “

“Lebih baik salah seorang di antara kalian duduk di atas bara api hingga membakar pakaian dan kulitnya, daripada duduk di atas kubur” (HR. Muslim no. 971).
Oleh karena itu, setiap orang yang punya naluri sehat pasti tahu bahwa duduk untuk buang hajat tidak seperti itu bentuknya. Kami tidak pernah mendengar seorangpun duduk dengannya untuk buang hajat kecuali orang yang kurang beres akalnya.

Ketiga: Para perawi hadits tidak menyebutkan bentuk duduk yang dimaksud. Dan kami tidak pernah tahu secara bahasa kata Jalasa fulan bermakna si fulan buang hajat. Jadi jelaslah kerusakan takwil ini, walillahil hamd. (Dinukil dari Kitab موسوعة المناهي الشرعية )

3. Keharaman duduk di atas kuburan dan menginjaknya dikhususkan bagi kuburan orang muslim, karena seorang muslim itu mempunyai kehormatan baik sewaktu dia masih hidup maupun telah meninggal. Adapun kuburan orang kafir, maka ia tidak termasuk cakupan larangan ini.
Apabila seseorang ingin duduk, maka hendaklah ia memilih tempat selain di atas kubur.

Penulis : Abi Hamdi

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form